Di masa dimana Capcom masih rajin melahirkan game-game RPG yang
berkualitas, nama besar Breath of Fire IV memang tidak tergantikan. Di
masa kejayaan Playstation, ia menawarkan segudang fitur yang membuatnya
tampil berbeda, tentu saja dengan kualitas yang mudah dicintai. Ia
tampil dalam visualisasi unik yang memesona di kala itu, plot yang epik,
desain karakter yang luar biasa, beragam mini game yang menarik, serta
satu dari sedikit game yang menawarkan kebebasan untuk menentukan ending
Anda sendiri. Breath of Fire IV adalah salah satu monumen kualitas game
RPG yang mungkin tidak akan lagi dapat dicapai oleh game RPG saat ini.
Jika Anda termasuk salah satu gamer yang pernah merasakan daya magis
seri yang satu ini, jangan ragu untuk ikut bersama kami, menikmati
kembali petualangan epik Ryu untuk menemukan jati dirinya. Mari
bernostalgia dengan Breath of Fire IV.
Plot dan Gameplay
Breath of Fire IV dibuka dengan adegan Nina yang sedang mencari sang
kakak – Elina bersama dengan Clay. Bersamaan dengan sebuah benda angkasa
bersinar yang jatuh ke bumi, sandfliers – kendaraan yang
mereka gunakan untuk menyusuri padang yang luas tiba-tiba diserang oleh
naga dan rusak. Dalam perjalanannya mencari spare part pengganti di kota
terdekat, Nina bertemu dengan seorang pria tanpa busana yang kemudian
diketahui sebagai Ryu (kami mengganti namanya menjadi JagatP di
nostalgame ini).. Perjalanan Nina yang sebelumnya sederhana kini berubah
menjadi jauh lebih kompleks bersama dengan Ryu. Usaha Ryu untuk
menemukan jati dirinya, sembari lari dari kejaran pasukan Fou Empire
yang sempat mereka hadapi di kota di awal permainan ternyata membawa Ryu
dan Nina dalam misteri yang lebih dalam.
Pertemuan pertama Nina dan Ryu. Sebuah lingkar takdir yang akan membawa keduanya ke dalam petualangan yang jauh lebih besar.
Di sudut yang lain, seorang kaisar “abadi” bernama Fou-Lu bangkit dari
tidurnya. Apa hubungan Ryu dengan Fou-Lu? Mengapa ia menjadi sosok yang
begitu ditakuti? Inilah yang akan menjadi poros plot utama dari BOF IV
Di sisi yang lain, seorang karakter misterius dengan kekuatan luar
biasa – Fou-Lu juga bangkit dari kuburnya. Di awal permainan, Anda hanya
mengenalnya sebagai kaisar pertama dari sebuah kerajaan bernama Fou,
tanpa mengetahui motif eksistensinya sama sekali. Namun seiring dengan
berjalannya permainan, Fou-Lu dan Ryu merepresentasikan karkateristik
yang hampir serupa sama lain, terutama dari kemampuan masing-masing
untuk berubah menjadi naga. Siapa sebenarnya Ryu? Siapa sebenarnya
Fou-Lu? Apa hubungan keduanya? Misteri inilah yang akan bergerak sebagai
plot utama dari Breath of Fire IV.
Sistem RPG turn-based “klasik” yang mungkin tidak akan pernah Anda temukan di game RPG manapun saat ini. BOF IV juga menyediakan puzzle-puzzle yang akan memaksa Anda untuk memutar otak!
Sebagai salah satu seri game RPG klasik, Breath of Fire IV memang
masih mengusung mekanisme gameplay RPG klasik yang mungkin sudah sulit
untuk ditemukan saat ini. Berbasis turn-based, Anda akan menemui beragam
command dari attack, charge (menyerang secara otomatis), special /
skill, escape, items, dan guard. Karakter-karakter tertentu seperti Ryu
memiliki kemampuan unik yang memungkinkannya untuk berubah menjadi naga.
TIdak hanya itu saja, Capcom juga menyertakan kemampuan khusus bagi
masing-masing karakter di luar battle, seperti sabetan pedang untuk Ryu
(yang bisa digunakan untuk mencuri uang), Mendorong bagi Clay, Headbutt
bagi Ershin, terbang bagi Nina, dan lainnya. Salah satu yang membuat BOF
IV cukup berbeda adalah hadirnya segudang mini game yanga akan Anda
temukan di sepanjang permainan. Ia menampilkan semua elemen game klasik
RPG yang benar-benar akan membuat Anda bernostalgia.
Apa yang Saya Sukai dari Breath of Fire: IV?
The Quest of Dragons
Masih tetap keren, bahkan hingga saat ini!
Naga memang menjadi salah satu makhluk mitologi yang sulit untuk
dilepaskan dari dunia RPG – fantasi. Ia melambangkan keagungan,
kharisma, kekuatan, dan keabadian yang memang begitu melekat dengan
genre yang satu ini. Sebagian besar game RPG mungkin memosisikan naga
sebagai musuh besar dan makhluk yang harus dimusnahkan, namun di masa
lalu, ia menjadi bagian terpenting dari cerita dan menjadi simbol dari
kekuatan sang karakter utama sendiri. Di BOF IV, Ryu dan Fou-Lu memang
“dilahirkan” dengan sebuah wujud naga yang serupa satu sama lain, namun
bukan berarti mereka tidak dapat menyerap wujud naga yang lainnya.
Sub-quest untuk mencari naga-naga terkuat di dunia BOF IV sebagai summon
menghasilkan tantangan dan keasikan tersendiri. Melihat setiap naga ini
datang dan menghembuskan jurus terkuat mereka = priceless!
Tons of Mini Games
Salah satu yang membuat BOF IV tidak pernah membosankan = Capcom menyuntikkan segudang mini game di dalamnya. Mari memancing!
Walaupun datang dengan mekanisme RPG klasik yang boleh terbilang
standar untuk game RPG di kala itu, BOF IV mampu menawarkan pengalaman
bermain yang menarik dan sama sekali tidak membosankan. Selain
visualisasi yang memanjakan mata dengan kombinasi 2D – 3D yang dinamis,
BOF IV juga menyediakan segudang mini game untuk menghadirkan pengalaman
yang lebih variatif. Beberapa di antaranya tampil begitu sederhana dan
menjadi bagian yang menyatu dengan sang plot utama. Namun, tidak sedikit
mini-game yang terlihat tak ubahnya sebuah sub-quest. Anda dapat
berjuang menjadi yang terbaik di dunia memancing, atau menjadi
“investor” cerdas nan handal untuk menghidupkan kembali Faerie Village
yang hampir mati. Mini-mini games ini akan cukup untuk membuat Anda
memalingkan wajah dari plot utama untuk waktu yang cukup lama.
Scias
Dari semua karakter playable maupun non-playable yang tersedia di BOF
IV, saya tidak pernah mampu memalingkan perhatian dari salah satu
karakternya yang paling memorable – Scias. Walaupun saya tidak berhasil
bertemu kembali dengan Assassin berbentuk anjing yang satu ini saat
memainkan game ini untuk NostalGame, namun sosok Scias memang menjadi
salah satu alasan yang membuat saya pribadi, jatuh cinta pada BOF IV.
Bagaimana tidak? Anda bertemu dengan sesosok Ronin berwujud
anjing-manusia yang begitu cool, tetapi di sisi lain juga sangat dapat
diandalkan dalam pertarungan. Animasi gerakan serangannya merupakan
salah satu yang terbaik. He’s one of the best RPG character in Playstation 1, no doubt.
Fou-Lu’s Battle Theme
Sebagian besar gamer mungkin tidak menyadari bahwa Capcom memang
banyak mengadaptasikan elemen yang begitu khas dengan budaya timur ke
dalam Breath of Fire IV ini. Selain desain karakter dan nuansa, hal ini
juga terasa kentara lewat musik yang dihadirkan di dalamnya. Salah satu
yang menjadi favorit saya pribadi? Tentu saja battle theme yang melekat
kuat dengan sosok Fou-Lu’s – sebuah track yang diberi judul – Hero of
War ini. Mendengar musik ini sekali saja sudah cukup untuk mengembalikan
semua memori indah Anda tentang BOF IV. Petikan alat musik petik dan
tabuh gendang dengan cita rasa India yang kuat seolah mendefinisikan
sosok Fou-Lu yang penuh misteri. Luar biasa!
Shall I Protect or Shall I Destroy?
Melindungi atau menghancurkan dunia? Semuanya kembali ke tangan Anda.
Gamer-gamer yang pernah memainkan BOF IV sudah pasti dapat memahami
apa yang berusaha saya sampaikan di atas. Setelah melalui sebuah proses
yang melelahkan dalam petualangan penuh drama, intrik, dan darah, Ryu
pada akhirnya harus berhadapan dengan belahan jiwanya yang lain – Fou-Lu
dalam sebuah pertempuran untuk menentukan nasib dunia. Namun berbeda
dengan RPG Jepang di masa itu yang sebagian besar linear, Capcom
memberikan sebuah opsi, memungkinkan Anda untuk memilih ending yang
menurut Anda sesuai dari dua alternatif yang ada: menyatu dengan Fou-Lu
dan menghancurkan dunia atau melawan Fou-Lu dan menyelamatkan dunia.
Sebuah pilihan sederhana yang mungkin akan membuat Anda berpikir lebih
dari setengah jam sebelum akhirnya memutuskan. Shall I protect or shall i destroy?
Sensasi Setelah Memainkannya Kembali
Semakin saya memainkannya, semakin saya merindukannya. Capcom, please revive this game!
Setelah berkutat dengan game-game masa kini yang cenderung monton,
menyempatkan diri untuk kembali menikmati sensasi gaming di masa lalu
dan mengerjakan artikel NostalGame memang menjadi pengalaman yang boleh
terbilang, menyegarkan. Memilih Breath of Fire IV menjadi pilihan yang
sangat tepat. Mengapa? Di balik kelesuan game-game JRPG dan dominasi
game RPG Barat belakangan ini, Breath of Fire IV seolah menjadi monumen
dan bukti bagaimana game RPG Jepang di masa lalu selalu datang dengan
kualitas yang tidak dapat diremehkan. Hebatnya lagi? Ia datang dari
tangan dingin Capcom yang kini bahkan tidak tertarik lagi untuk
mengembangkan game RPG sama sekali. Semakin saya memainkannya, semakin
saya merindukannya.
Tidak ada yang berubah dari BOF IV seperti terakhir memori saya
mengingat game yang satu ini. Walaupun sedikit merasa kesulitan dengan
sistem kameranya yang kaku di awal permainan, perlahan namun pasti, saya
menikmati memainkannya kembali. Untuk sebuah game yang dirilis lebih
dari 10 tahun yang lalu, BOF IV masih mampu menampilkan visual yang
pantas untuk dinikmati, bahkan hingga saat ini. Flow pertempuran
berjalan mengalir, mini games yang variatif, dan naga-naga memorable ini
seolah membuat senyum saya merekah begitu saja. Tidak hanya sekedar
sebuah nostalgia, ini seolah menjadi pemenuhan kebutuhan untuk menikmati
sebuah game RPG berkualitas dan menyerap sensasinya. Sebuah pengalaman
yang mungkin tidak akan Anda temukan di saat ini ataupun masa depan.
Pengalaman ini semakin diperkuat dengan alunan battle theme Fou-Lu yang
dengan sigap akan membongkar kembali semua memori indah Anda bersama
dengan game yang satu ini.
Pantaskah dimainkan kembali? Jika Anda termasuk salah satu gamer RPG
yang merindukan game-game JRPG di masa lalu yang luar biasa, tidak ada
salahnya jika Anda memainkan BOF IV ini kembali. Setidaknya cukup untuk
membantu Anda menghabiskan waktu sembari menunggu game-game baru di masa
paceklik game ini. Apakah Anda pernah memainkan BOF IV sebelumnya?
Jangan ragu untuk berbagi momen-momen nostalgic Anda bersama game ini di
bagian komentar di bawah ini.
Semakin saya memainkannya, semakin saya berharap JRPG dapat bangkit
kembali dan melahirkan game-game seperti ini di masa depan. Sebuah
impian yang muluk? Semoga saja tidak.